Syech Subakir, tidak banyak orang yang tahu siapa sebenarnya sosok tersebut. Tetapi Syech Subakir menjadi tokoh pertama Islam yang datang ke Pulau Jawa, jauh sebelum adanya para Walisongo maupun eranya syech Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak maupun Syech Maulana Magribi. Konon dahulu kala, Pulau Jawa masih merupakan hutan belantara yang sangat angker. Datanglah seorang syech dari Persia yang bernama Syech Subakir.
Angkernya pulau Jawa itu dipenuhi dengan jin jahat. Kedatangan Syech
Subakir ke pulau Jawa asal mulanya hanyalah ingin mensyiarkan Agama
Islam. Kedatangan sang syech waktu itu boleh dikatakan sia-sia.
Pasalnya, sang syech mengetahui sendiri bahwa masyarakat di tanah Jawa
sudah menganut agama tauhid. Orang Islam menyebut Tuhan dengan nama
Allah, sedangkan orang Jawa ketika itu menyebut Tuhan dengan sebutan
Gusti Pengeran (Tuhan sebagai tempat untuk dingengeri).Saat
itulah sang Syech Subakir merasa bahwa agama Islam maupun apapun yang
bersifat tauhid (hanya mengesakan Tuhan) adalah benar, walaupun apa
namanya agama tersebut. Lantaran sudah menganut agama tauhid, maka Syech
Subakir berniat untuk pulang ke Persia. Namun, beliau mengetahui bahwa
pulau Jawa masih labil. Banyak gempa di sana-sini. Bahkan Pulau Jawa
terasa berguncang-guncang.
Akhirnya, Syech Subakir menaklukkan
keganasan Pulau Jawa tersebut dengan mengalahkan jin-jin yang jahat.
Disamping itu, beliau menanam sebuah paku ghaib agar pulau Jawa tidak
berguncang-guncang. Setelah paku ditanam, maka pulau Jawa sudah stabil.
Konon ada tiga paku yang ditanam oleh Syech Subakir. Salah satu paku
ghaib tersebut konon berada di wilayah Magelang.
Tidak ada yang
tahu pasti dimana makam syech Subakir. Ada yang mengatakan bahwa beliau
wafat di Persia tahun 1462. Tetapi ada yang berpendapat bahwa beliau
wafat di pulau Jawa. Yang mana yang benar, Wallahualam.
KH. WAHAB HASBULLAH
KH Wahab Hasbullah : Pelopor Kebebasan Berpikir di kalangan Umat Islam Indonesia |
KH Wahab Hasbullah merupakan seorang ulama besar Indonesia. Beliau lahir pada bulan Maret 1888, di Tambakberas, Jombang, Jawa Timur dan wafat pada 29 Desember 1971. ,
Beliau merupakan seorang ulama yang menekankan
pentingnya kebebasan dalam keberagamaan terutama kebebasan berpikir dan
berpendapat. Untuk itu kyai Wahab membentuk kelompok diskusi Tashwirul
Afkar (Pergolakan Pemikiran) di Surabaya pada 1941.
Mula-mula
kelompok ini mengadakan kegiatan dengan peserta yang terbatas. Tetapi
berkat prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat yang diterapkan dan
topik-topik yang dibicarakan mempunyai jangkauan kemasyarakatan yang
luas, dalam waktu singkat kelompok ini menjadi sangat populer dan
menarik perhatian di kalangan pemuda. Banyak tokoh Islam dari berbagai
kalangan bertemu dalam forum itu untuk mendebatkan dan memecahkan
permasalahan pelik yang dianggap penting.
Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun kaum ulama pesantren. Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antar tokoh nasionalis sekaligus jembatan bagi komunikasi antara generasi muda dan generasi tua. Karena sifat rekrutmennya yang lebih mementingkan progresivitas berpikir dan bertindak, maka jelas pula kelompok diskusi ini juga menjadi forum pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan dunia politik.
Bersamaan dengan itu, dari rumahnya di Kertopaten, Surabaya, Kyai Wahab bersama KH Mas Mansur menghimpun sejumlah ulama dalam organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang mendapatkan kedudukan badan hukumnya pada 1916. Dari organisasi inilah Kyai Wahab mendapat kepercayaan dan dukungan penuh dari ulama pesantren yang kurang-lebih sealiran dengannya. Di antara ulama yang berhimpun itu adalah Kyai Bisri Syamsuri Jombang, Kyai Abdul Halim Leimunding, Cirebon, Kyai Haji Alwi Abdul Aziz, Kyai Ma'shum dan Kyai Cholil Lasem.
Kebebasan berpikir dan berpendapat yang dipelopori kyai Wahab dengan membentuk Tashwirul Afkar merupakan warisan terpenting kyai Wahab kepada kaum muslim Indonesia. Kyai Wahab telah mencontohkan kepada generasi penerusnya bahwa prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat dapat dijalankan dalam nuansa keberagamaan yang kental. Prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat tidak akan mengurangi ruh spiritualisme umat beragama dan kadar keimanan seorang muslim. Dengan prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat, kaum muslim justru akan mampu memecahkan problem sosial kemasyarakatan dengan pisau analisis keislaman.
Kini, di tengah nuansa keberagamaan masyarakat yang terjebak pada dogmatisme, kita merindukan hadirnya kembali sosok kyai Wahab Hasbullah dengan Tashwirul Afkar-nya yang telah mencerahkan dan mencerdaskan umat dengan prinsip kebebasan berpikirnya. Wallahu A’lam.
Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun kaum ulama pesantren. Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antar tokoh nasionalis sekaligus jembatan bagi komunikasi antara generasi muda dan generasi tua. Karena sifat rekrutmennya yang lebih mementingkan progresivitas berpikir dan bertindak, maka jelas pula kelompok diskusi ini juga menjadi forum pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan dunia politik.
Bersamaan dengan itu, dari rumahnya di Kertopaten, Surabaya, Kyai Wahab bersama KH Mas Mansur menghimpun sejumlah ulama dalam organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang mendapatkan kedudukan badan hukumnya pada 1916. Dari organisasi inilah Kyai Wahab mendapat kepercayaan dan dukungan penuh dari ulama pesantren yang kurang-lebih sealiran dengannya. Di antara ulama yang berhimpun itu adalah Kyai Bisri Syamsuri Jombang, Kyai Abdul Halim Leimunding, Cirebon, Kyai Haji Alwi Abdul Aziz, Kyai Ma'shum dan Kyai Cholil Lasem.
Kebebasan berpikir dan berpendapat yang dipelopori kyai Wahab dengan membentuk Tashwirul Afkar merupakan warisan terpenting kyai Wahab kepada kaum muslim Indonesia. Kyai Wahab telah mencontohkan kepada generasi penerusnya bahwa prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat dapat dijalankan dalam nuansa keberagamaan yang kental. Prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat tidak akan mengurangi ruh spiritualisme umat beragama dan kadar keimanan seorang muslim. Dengan prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat, kaum muslim justru akan mampu memecahkan problem sosial kemasyarakatan dengan pisau analisis keislaman.
Kini, di tengah nuansa keberagamaan masyarakat yang terjebak pada dogmatisme, kita merindukan hadirnya kembali sosok kyai Wahab Hasbullah dengan Tashwirul Afkar-nya yang telah mencerahkan dan mencerdaskan umat dengan prinsip kebebasan berpikirnya. Wallahu A’lam.
Sumber : Tabloit MIZAN
Subscribe to:
Comments (Atom)
Kisah Sahabat: Abu Bakar Ash-Shiddiq
Profil Singkat Nama lengkap: Abdullah bin Abi Quhafah Gelar: Ash-Shiddiq (yang membenarkan) Lahir: 573 M di Mekah Wafat: 634 M di Madinah Ke...
-
Raden Prabu Kian Santang merupakan putra dari Prabu Siliwangi, raja Kerajaan Pajajaran, dan Nyi Rahi Lulut. Ia lahir dalam lingkungan keraja...
-
Sosoknya sangat bersahaja. Bicaranya tenang, lugas, tidak berpretensi mengajari. Padahal KH Muhammad Achmad Sahal Mahfudz sangat d...
-
KH. Mas Subadar adalah seorang ulama terkemuka yang dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum di Besuk, Pasuruan, Jawa Timur....