Kisah Sahabat: Abu Bakar Ash-Shiddiq

Profil Singkat

Nama lengkap: Abdullah bin Abi Quhafah

Gelar: Ash-Shiddiq (yang membenarkan)

Lahir: 573 M di Mekah

Wafat: 634 M di Madinah

Kedudukan: Sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW, khalifah pertama setelah wafatnya Rasulullah.

1. Awal Keislaman

Abu Bakar adalah salah satu orang pertama yang memeluk Islam. Ia masuk Islam tanpa ragu setelah mendengar dakwah Nabi Muhammad SAW, yang merupakan sahabatnya sejak kecil. Ia dikenal sebagai orang yang lembut hati, jujur, dan dermawan.

Keistimewaannya: Banyak sahabat besar seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash masuk Islam lewat dakwah Abu Bakar.

2. Mendampingi Rasulullah dalam Hijrah

Salah satu kisah paling terkenal adalah saat Abu Bakar menemani Rasulullah dalam perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah. Mereka bersembunyi di Gua Tsur selama tiga hari untuk menghindari kejaran kaum Quraisy. Saat itu, Abu Bakar sangat khawatir, bukan karena dirinya, tetapi karena keselamatan Nabi.

Allah mengabadikan momen ini dalam Al-Qur’an:

 

اِلَّا تَـنۡصُرُوۡهُ فَقَدۡ نَصَرَهُ اللّٰهُ اِذۡ اَخۡرَجَهُ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا ثَانِىَ اثۡنَيۡنِ اِذۡ هُمَا فِى الۡغَارِ اِذۡ يَقُوۡلُ لِصَاحِبِهٖ لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَا‌ ۚ فَاَنۡزَلَ اللّٰهُ سَكِيۡنَـتَهٗ عَلَيۡهِ وَاَ يَّدَهٗ بِجُنُوۡدٍ لَّمۡ تَرَوۡهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوا السُّفۡلٰى‌ ؕ وَكَلِمَةُ اللّٰهِ هِىَ الۡعُلۡيَا ؕ وَاللّٰهُ عَزِيۡزٌ حَكِيۡمٌ

Illa tansuruhu faqad nasarahullahu iz akhrajahul-lazina kafaru saniyasnaini iz huma fil-gari iz yaqulu lisahibihi la tahzan innallaha ma'ana, fa anzalallahu sakinatahu 'alaihi wa ayyadahu bijunudil lam tarauha wa ja'ala kalimatal-lazina kafarus-sufla, wa kalimatullahi hiyal-'ulya, wallahu 'azizun hakim

Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, "Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita." Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. At-Taubah: 40)

3. Gelar “Ash-Shiddiq

Gelar ini diberikan karena Abu Bakar langsung membenarkan peristiwa Isra’ Mi’raj, bahkan ketika banyak orang Mekah meragukannya. Ia berkata:

"Jika Muhammad yang mengatakannya, maka aku membenarkannya."

 Keimanan dan kepercayaannya pada Nabi tak tergoyahkan.

4. Kepemimpinan Sebagai Khalifah Pertama

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, banyak umat Islam mengalami keguncangan. Abu Bakar dengan tegas berdiri dan berkata:

"Barang siapa menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa Muhammad telah wafat. Dan barang siapa menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak akan mati."


Sebagai khalifah, ia memerangi kaum murtad dalam Perang Riddah, menyatukan kembali umat Islam, dan memulai kodifikasi Al-Qur’an atas saran Umar bin Khattab.

5. Wafatnya Sang Sahabat Mulia

Abu Bakar wafat dua tahun setelah menjadi khalifah, pada usia 63 tahun, usia yang sama dengan Rasulullah. Ia dimakamkan di samping makam Nabi di Madinah.


Warisan Abu Bakar

* Teladan iman dan kesetiaan.

* Pemimpin bijak yang menjaga kesatuan umat.

* Sahabat yang mencintai Nabi lebih dari dirinya sendiri.


"Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai dalam persahabatan selain Abu Bakar."

Rasulullah SAW



KH Badrus Sholeh Arif

 


Kediri, salah satu daerah di Jawa Timur, dikenal memiliki banyak pondok pesantren. Banyak pondok pesantren tumbuh dan berkembang di sini. Dan, dari sini pula banyak lahir ulama besar, kiai-kiai jaduk (jadug), santri-santri dengan patriotisme dan nasionalisme yang tinggi. Salah satunya adalah KH Badrus Sholeh Arif.

Nama Kiai Badrus memang tak sepopular kiai-kiai besar lainnya, seperti Kiai Mahrus Aly dari Lirboyo, Kediri, misalnya. Namun, kiprah, perjuangan, dan pengaruhnya dalam pengembangan pendidikan pesantren di Kediri sangat besar. Tak hanya itu, semasa hidupnya, perjuangan dan pengaruhnya dalam membangkitkan nasionalisme kaum santri dalam melawan penjajahan juga sangat besar —meskipun luput dari pencacatan sejarah.

Kiai Badrus Sholeh Arif merupakan putra ke-5 dari pasangan KH Moh Arif bin KH Hasan Alwi dan Nyai Sri’atun binti KH Hasan Muhyi. Ia dilahirkan di Kediri pada 10 November 1918. Berdasarkan beberapa sumber dan manuskirp terpercaya, ayah Kiai Badrus ini tercatat sebagai salah satu cucu dari Pangeran Diponegoro. Sebab, Kiai Hasan Alwi, kakek Kiai Badrus, merupakan putra dari Pangeran Diponegoro dari istri selir. Kiai Hasan Alwi merupakan ulama berpengaruh yang membuka Desa Banyakan, tempat kelahiran Kiai Badrus.

Darah Diponegoro yang mengalir dalam dirinya itulah yang menurunkan jiwa patriotisme dan nasionalisme dalam diri Kiai Badrus dalam berjuang melawan kaum penjajah. Pondok Pesantren Al Hikmah Kediri, yang didirikannya pada 1948, pernah menjadi tangsi para pejuang Merah Putih.

Sumber :Laduni

Biografi KH. Maemun Zubair


KH. Maemun Zubair, atau yang lebih akrab disapa Mbah Maemun, adalah seorang ulama besar asal Indonesia yang sangat dihormati, terutama di kalangan masyarakat Nahdlatul Ulama (NU). Beliau lahir pada 10 Oktober 1940 di Sarang, Rembang, Jawa Tengah. KH. Maemun Zubair dikenal sebagai salah satu tokoh ulama yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan agama Islam, khususnya dalam hal pendidikan, dakwah, dan pemikiran keagamaan di Indonesia.

A. Keluarga dan Latar Belakang

KH. Maemun Zubair berasal dari keluarga yang sangat menghormati ilmu agama. Ayah beliau, KH. Zubair bin Asy'ari, adalah seorang ulama yang juga dihormati di daerahnya. Sejak kecil, KH. Maemun Zubair sudah dibiasakan dengan lingkungan yang sarat dengan nilai-nilai keagamaan. Beliau menuntut ilmu sejak usia dini, baik di pesantren keluarga maupun di pesantren-pesantren lain yang terkenal di Jawa Tengah.

B. Pendidikan

KH. Maemun Zubair mengawali pendidikan agama di lingkungan pesantren yang sangat kental dengan tradisi kitab kuning. Beliau belajar di sejumlah pesantren ternama di Jawa Tengah, antara lain pesantren-pesantren di Rembang, Kudus, dan daerah sekitarnya. Dalam proses pendidikannya, beliau sangat mendalami ilmu fiqih, tafsir, hadits, serta ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan syariat Islam.

Selain pendidikan agama di pesantren, KH. Maemun Zubair juga mengembangkan pemahaman tentang berbagai disiplin ilmu Islam yang lebih luas. Beliau sempat menimba ilmu di luar negeri, yang turut memperkaya wawasan dan pengetahuan beliau dalam berbagai aspek kehidupan.

C. Peran dan Dakwah

KH. Maemun Zubair dikenal sebagai ulama yang sangat bijaksana dalam menyampaikan dakwah. Beliau sering memberikan pengajaran dan nasihat kepada masyarakat melalui kajian-kajian di pesantren dan masjid. Selain itu, Mbah Maemun juga dikenal sebagai sosok yang berperan aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU), bahkan beliau pernah menjabat sebagai salah satu pengasuh di Pesantren Al-Anwar, Sarang, yang merupakan pesantren besar di Jawa Tengah.

Dalam pandangan Mbah Maemun, pendidikan agama harus berjalan beriringan dengan penguatan karakter dan akhlak. Beliau sangat menekankan pentingnya menjaga persatuan umat, tidak hanya dalam hal keagamaan, tetapi juga dalam aspek sosial dan kebangsaan. Beliau juga sering menyuarakan pentingnya toleransi antar umat beragama dan pentingnya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

D. Kehidupan Pribadi

KH. Maemun Zubair dikenal sebagai sosok yang sangat sederhana dan penuh ketawadhuan. Beliau tidak hanya dihormati karena ilmu dan pengaruhnya, tetapi juga karena akhlak yang mulia. Banyak orang yang merasa dekat dengan beliau, baik kalangan ulama, santri, maupun masyarakat umum.

Selain sibuk dalam kegiatan dakwah, beliau juga aktif dalam memberikan pendidikan di pesantren yang beliau kelola. Di pesantren tersebut, beliau melahirkan banyak santri yang kini menjadi tokoh-tokoh penting di Indonesia.

Dalam dunia politik, KH. Maemun Zubair memiliki peran yang cukup signifikan, terutama dalam konteks politik Islam di Indonesia. Meskipun beliau lebih dikenal sebagai seorang ulama dan tokoh agama, kontribusi KH. Maemun Zubair dalam dunia politik terutama berkaitan dengan posisi beliau sebagai pemimpin dan pengaruhnya dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU), yang merupakan salah satu organisasi massa Islam terbesar di Indonesia,antara lain :

1. Peran dalam Organisasi Nahdlatul Ulama (NU)

Sebagai seorang ulama besar dan pengasuh Pesantren Al-Anwar Sarang, KH. Maemun Zubair memiliki pengaruh besar di NU, yang secara historis telah berperan aktif dalam perkembangan politik Indonesia, terutama dalam membentuk kebijakan yang berkaitan dengan umat Islam dan negara. NU secara tradisional memiliki hubungan yang erat dengan dunia politik, dengan banyak anggotanya yang terlibat dalam berbagai partai politik, termasuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang didirikan oleh Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) dan sejumlah tokoh NU lainnya.

Mbah Maemun Zubair sendiri tidak terlibat langsung dalam praktik politik praktis seperti menjadi anggota legislatif atau menduduki posisi eksekutif. Namun, beliau berperan sebagai penasihat dan pemberi arahan penting dalam arah kebijakan politik yang diambil oleh NU dan tokoh-tokoh politik yang berasal dari NU. Banyak politisi, baik dari PKB maupun partai lain, yang mendengarkan nasihat beliau, terutama terkait dengan persoalan-persoalan agama, sosial, dan kebangsaan.

2. Pemberi Arahan Moral dan Politik

Mbah Maemun Zubair dikenal sebagai sosok yang memberi arahan moral kepada politisi dan masyarakat. Sebagai seorang ulama, beliau sering memberikan nasihat terkait dengan pentingnya menjaga integritas, kejujuran, dan keharmonisan dalam kehidupan politik. Beliau juga menekankan pentingnya persatuan umat dan negara, serta menjaga keharmonisan antar umat beragama.

KH. Maemun Zubair juga sering memberikan pandangan tentang bagaimana Islam harus diposisikan dalam konteks negara demokratis seperti Indonesia. Beliau adalah seorang pendukung kuat bagi Pancasila sebagai dasar negara dan menekankan bahwa Pancasila adalah landasan yang tepat untuk menjaga keberagaman dan persatuan bangsa Indonesia. Dalam pandangan beliau, politik seharusnya digunakan sebagai alat untuk menegakkan keadilan sosial dan memajukan kesejahteraan umat, bukan untuk memecah belah.

3. Hubungan dengan Pemimpin Politik

KH. Maemun Zubair memiliki hubungan baik dengan sejumlah pemimpin politik di Indonesia. Salah satu yang paling terkenal adalah hubungan dekat beliau dengan Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid), Presiden Republik Indonesia ke-4 yang juga merupakan tokoh NU. Gus Dur sangat menghargai nasihat Mbah Maemun dalam berbagai masalah politik dan agama. Dalam banyak kesempatan, Mbah Maemun Zubair memberikan dukungan moral terhadap kebijakan-kebijakan Gus Dur yang pro-pluralisme dan demokrasi.

Selain Gus Dur, beliau juga dihormati oleh politisi lainnya dari berbagai latar belakang partai politik. Mbah Maemun Zubair menjadi rujukan bagi banyak politisi dalam mengambil keputusan-keputusan politik yang berkaitan dengan umat Islam dan kepentingan bangsa Indonesia secara umum.

4. Penyampaian Sikap Politik yang Bijaksana

Sebagai seorang ulama, KH. Maemun Zubair selalu mengedepankan prinsip-prinsip keagamaan dalam menyikapi dinamika politik. Beliau mengingatkan bahwa politik harus dijalankan dengan nilai-nilai moral dan etika yang tinggi, serta tidak boleh menjadikan agama sebagai alat untuk kepentingan politik praktis semata. Meski terlibat dalam dunia politik secara tidak langsung, beliau tetap menjaga sikap independen dan tidak terjebak dalam politik praktis yang mengutamakan kepentingan kelompok atau pribadi.

5. Pengaruh dalam Pemilu dan Pilkada

Dalam beberapa kesempatan, Mbah Maemun Zubair juga memberikan dukungan kepada calon-calon tertentu dalam pemilu atau pilkada. Namun, dukungan tersebut lebih bersifat kepada calon yang beliau anggap memiliki visi dan komitmen yang baik terhadap Islam, bangsa, dan negara. Dukungan Mbah Maemun Zubair tidak hanya berasal dari kalangan NU, tetapi juga dihargai oleh masyarakat luas karena beliau dilihat sebagai sosok yang arif dan bijaksana dalam memberikan pertimbangan politik.

E. Wafat

KH. Maemun Zubair wafat pada 6 Agustus 2019 di Mekkah, Arab Saudi, dalam usia 79 tahun. Kehilangannya meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi para santri dan warga Nahdlatul Ulama. Pemakaman beliau di tanah suci Mekkah menjadi momen yang sangat emosional bagi banyak orang, mengingat jasa dan kontribusinya yang besar terhadap perkembangan dakwah Islam di Indonesia.

F. Warisan dan Pengaruh

Warisan yang ditinggalkan oleh KH. Maemun Zubair tidak hanya dalam bentuk ilmu dan ajaran agama, tetapi juga dalam sikap hidup yang penuh dengan kasih sayang, kesederhanaan, dan kepedulian terhadap masyarakat. Pesantren-pesantren yang beliau dirikan dan ajarkan terus berkembang, melahirkan generasi baru yang meneruskan perjuangan beliau dalam menyebarkan nilai-nilai Islam yang moderat, toleran, dan damai.

Mbah Maemun juga dikenang sebagai salah satu tokoh yang sangat menghormati tradisi, tetapi juga mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa mengorbankan prinsip-prinsip agama yang beliau anut. Beliau selalu menekankan bahwa agama Islam adalah agama yang penuh rahmat dan kasih sayang bagi seluruh umat manusia, dan itu tercermin dalam cara beliau berdakwah dan menjalani kehidupannya sehari-hari.

Profil KH Zainudin MZ

KH Zainudin MZ, atau yang sering dikenal sebagai Da’i Sejuta Umat, adalah seorang tokoh agama, mubalig, dan pendakwah terkenal di Indonesia. Lahir pada 2 Januari 1960 di Jakarta, beliau dikenal luas karena dakwahnya yang memadukan ilmu agama dengan cara yang sederhana dan mudah diterima oleh masyarakat luas.

Beliau memulai pendidikan agamanya di pesantren dan kemudian melanjutkan pendidikan di beberapa lembaga pendidikan Islam. Keahliannya dalam bidang agama Islam, terutama dalam hal tafsir, hadits, dan fiqh, menjadikannya sebagai salah satu da'i yang dihormati.

Sejak muda, KH Zainudin MZ sudah aktif menyampaikan dakwah lewat berbagai media, termasuk radio dan televisi. Beliau menjadi ikon dakwah di Indonesia, dikenal dengan cara penyampaian yang khas, penuh semangat, dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Salah satu acara terkenal yang pernah dipandu olehnya adalah "Dai Sejuta Umat" yang disiarkan di TVRI.

KH Zainudin MZ mendapat gelar "Dai Sejuta Umat" karena popularitasnya yang sangat besar di kalangan masyarakat. Beliau memiliki gaya dakwah yang menggabungkan motivasi kehidupan sehari-hari dengan pesan agama. Ceramahnya sering kali dipenuhi humor dan kisah-kisah yang memotivasi pendengar

Selain sebagai mubalig, KH Zainudin MZ juga dikenal aktif dalam kegiatan sosial dan pendidikan. Beliau banyak memberikan kontribusi dalam memajukan pendidikan Islam di Indonesia serta memberi inspirasi bagi banyak generasi muda untuk lebih memahami ajaran agama Islam secara mendalam.

KH Zainudin MZ menikah dan memiliki beberapa anak. Beliau dikenal sebagai sosok yang sederhana, rendah hati, dan dekat dengan masyarakat. Meskipun dikenal luas, beliau tetap menjaga kesederhanaan dalam hidup sehari-hari.

KH Zainudin MZ juga dikenal sebagai penulis buku-buku agama yang banyak dibaca oleh umat Islam. Buku-buku tersebut sering kali memberikan pencerahan dalam kehidupan spiritual dan motivasi hidup berlandaskan ajaran agama Islam.

KH Zainudin MZ sebelumnya diketahui mengalami masalah kesehatan yang cukup serius. Menurut informasi yang beredar, Beliau  menderita penyakit jantung dan sempat menjalani beberapa perawatan medis untuk kondisinya tersebut. Meskipun dalam beberapa kesempatan beliau tampak aktif berdakwah, kondisi kesehatan yang menurun membuat beliau membutuhkan perawatan lebih intensif. Penyakit jantung yang beliau derita menjadi faktor utama yang mempengaruhi kesehatan dan menyebabkan beliau meninggal dunia.

Setelah wafatnya, jenazah KH Zainudin MZ dishalatkan di Masjid Al-Azhar, Jakarta, yang juga merupakan tempat beliau sering berceramah. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Pemakaman Karet Bivak, Jakarta, dengan prosesi pemakaman yang dihadiri oleh keluarga, sahabat, dan pengikut setia beliau.

Kabar wafatnya KH Zainudin MZ mengundang banyak reaksi dari masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam. Banyak tokoh agama, sahabat, dan pengikut beliau yang merasa kehilangan dan mengungkapkan rasa dukacita mereka melalui berbagai media sosial dan saluran komunikasi. Beliau dikenang sebagai seorang da’i yang tulus dalam mengajarkan agama Islam dan memberi inspirasi kepada banyak orang.

Meskipun sudah wafat, warisan dakwah dan ajaran beliau tetap hidup dalam ingatan umat. Beliau dikenal dengan ceramah-ceramah yang mengedepankan pesan moral dan kebajikan, serta pengajaran agama yang mudah dipahami oleh masyarakat umum. Salah satu karya besar beliau adalah acara dakwah yang diberi nama "Dai Sejuta Umat", yang menjadi salah satu program dakwah yang sangat populer pada masanya.

Wafatnya KH Zainudin MZ meninggalkan duka yang mendalam bagi umat Islam Indonesia, tetapi juga meninggalkan warisan yang akan terus dikenang dan diteruskan oleh generasi-generasi berikutnya.

KH. Abdullah Faqih Langitan

 KH. Abdullah Faqih Langitan adalah salah satu ulama besar dan tokoh penting dalam sejarah Islam di Indonesia, khususnya dalam kalangan pesantren. Beliau dikenal sebagai seorang kiai yang memiliki pengaruh besar di kalangan masyarakat pesantren, khususnya di wilayah Jawa Timur.

KH. Abdullah Faqih Langitan berasal dari keluarga yang sangat menghormati ilmu agama. Beliau lahir di Langitan, Tuban, Jawa Timur, dan lebih dikenal dengan nama "KH. Abdullah Faqih Langitan" sebagai identitas dari pesantren yang didirikannya. Langitan sendiri merupakan sebuah desa yang menjadi pusat pendidikan agama, terutama dalam bidang ilmu fiqh, tasawuf, dan ilmu-ilmu agama lainnya.

KH. Abdullah Faqih Langitan menimba ilmu agama sejak usia muda. Beliau belajar di berbagai pesantren ternama di Jawa, dan kemudian mendalami ilmu agama di beberapa ulama besar. Salah satu tempat yang sangat berpengaruh dalam pembentukan intelektualitasnya adalah pesantren yang ada di daerah Jawa Timur. Beliau juga mendapat bimbingan langsung dari sejumlah ulama dan kiai ternama.

Pendidikan awal beliau banyak didapatkan di lingkungan keluarganya yang sudah memiliki tradisi pesantren dan keturunan ulama.

Keluarga besar beliau berperan penting dalam memberikan dasar-dasar pengetahuan agama. Dalam konteks ini, KH. Abdullah Faqih Langitan memperoleh pendidikan dini dalam ilmu fikih, tafsir, hadis, dan aqidah yang diajarkan oleh para orang tua atau kiai di lingkungan keluarganya.

Sebagai seorang ulama yang sangat dihormati, KH. Abdullah Faqih Langitan kemudian melanjutkan pendidikannya ke beberapa pesantren besar di Jawa Timur, terutama pesantren-pesantren yang sudah memiliki reputasi tinggi dalam pengajaran ilmu agama. Di sini, beliau belajar di bawah bimbingan para kiai besar yang terkenal dengan kemampuan mereka dalam mengajarkan ilmu agama yang mendalam.

Beberapa pesantren yang dikenal memiliki pengaruh besar terhadap pendidikan beliau di antaranya adalah pesantren-pesantren yang ada di wilayah Jawa Timur. Namun, tidak semua detail mengenai pesantren tempat beliau belajar secara spesifik tercatat dalam sejarah.

Pendidikan KH. Abdullah Faqih Langitan sangat berfokus pada penguasaan kitab-kitab klasik (kitab kuning) yang menjadi rujukan utama dalam pesantren-pesantren tradisional. Kitab-kitab ini mencakup berbagai disiplin ilmu agama seperti fiqh (ilmu hukum Islam), tasawuf (ilmu kerohanian), aqidah (teologi Islam), dan hadis.

Kitab-kitab yang dipelajari oleh KH. Abdullah Faqih Langitan meliputi karya-karya ulama klasik yang digunakan dalam kurikulum pesantren, seperti:

  • Fathul Qarib dan Al-Muqaddimah dalam fiqh.
  • Al-Hikam dalam tasawuf.
  • Al-Bukhari dan Sahih Muslim dalam hadis.
  • Tafsir Ibnu Katsir dalam ilmu tafsir al-Qur'an.

Sebagai seorang santri, KH. Abdullah Faqih Langitan memiliki kemampuan mendalam dalam mengkaji kitab-kitab ini dan memahami pemikiran serta ajaran yang terkandung di dalamnya. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa beliau dihormati sebagai seorang ulama yang memiliki pemahaman luas tentang agama.

Selain itu KH. Abdullah Faqih Langitan juga mendapat bimbingan langsung dari sejumlah ulama besar yang terkenal pada zamannya. Dari para guru dan mentor inilah beliau mengasah pemahaman agamanya dan memperdalam ilmu dalam bidang fiqh, tasawuf, dan dakwah.

Di banyak pesantren tradisional, seorang santri tidak hanya belajar melalui pengajaran formal, tetapi juga melalui proses "nyantri" di mana hubungan antara kiai dan santri menjadi sangat penting. KH. Abdullah Faqih Langitan dikenal sangat dekat dengan guru-gurunya dan sering kali mengembangkan wawasan agama dari pengalaman langsung berdiskusi dengan mereka.

KH. Abdullah Faqih Langitan adalah pendiri dan pengasuh Pesantren Langitan yang terletak di Tuban, Jawa Timur. Pesantren Langitan menjadi tempat yang banyak melahirkan generasi penerus yang berkontribusi besar dalam pengembangan ilmu agama dan pendidikan Islam di Indonesia. Pesantren ini dikenal memiliki metode pengajaran yang mengedepankan penguasaan kitab kuning (kitab-kitab klasik), fiqh, serta akhlak dan tasawuf.

Selain sebagai pengasuh pesantren, beliau juga aktif dalam kegiatan sosial dan dakwah di berbagai daerah. KH. Abdullah Faqih Langitan juga dikenal sebagai seorang ulama yang memiliki kemampuan untuk menggabungkan antara tradisi pesantren dengan perkembangan zaman, membuat ajaran beliau relevan bagi masyarakat modern.

KH. Abdullah Faqih Langitan meninggal pada tahun 1997. Beliau meninggalkan warisan yang sangat besar, baik dalam bidang pendidikan agama maupun dakwah Islam, khususnya di kalangan pesantren dan masyarakat sekitar. Pesantren Langitan yang beliau dirikan terus berkembang hingga saat ini, menjadi tempat penting dalam pengajaran ilmu agama dan pembentukan akhlak para santri.

Profil KH. Mas Subadar

KH. Mas Subadar adalah seorang ulama terkemuka yang dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum di Besuk, Pasuruan, Jawa Timur. Beliau lahir pada tahun 1942 di Desa Besuk, Kejayan, Pasuruan, sebagai putra dari pasangan KH. Subadar dan Hj. Maimunah. Pada usia tiga bulan, beliau telah menjadi yatim piatu karena ditinggal wafat ayahanda. Sejak kecil, beliau diasuh dan dididik oleh ibundanya, Hj. Maimunah,yang menjadi panutan dan sumber inspirasi dalam hidupnya.  

Meskipun kehilangan ayah sejak dini, beliau mendapat didikan yang sangat kuat dari ibunya, Hj. Maimunah, yang sangat berperan dalam membentuk karakter dan pendidikannya. Ibundanya menjadi sosok yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya, memberikan kasih sayang dan pendidikan yang sangat berharga, terutama dalam pendidikan agama. Ini membuat KH. Mas Subadar memiliki keteguhan dan semangat dalam menuntut ilmu sejak kecil.

Tumbuh dalam lingkungan yang religius, beliau mulai menghafal Al-Qur'an dan belajar berbagai ilmu agama sejak usia dini, yang nantinya membentuknya menjadi seorang ulama yang dihormati di daerahnya.

Dalam menuntut ilmu, KH. Mas Subadar menunjukkan dedikasi yang tinggi. Beliau belajar di berbagai pesantren, termasuk Pesantren Lirboyo di Kediri, di bawah bimbingan KH. Machrus Ali. Di sana, beliau mendalami berbagai cabang ilmu agama dan menjadi santri yang dikenal rajin dan cerdas.

Setelah menikah dengan Nyai Aisyah pada tahun 1969, beliau kembali aktif dalam kegiatan organisasi dan kepemimpinan pesantren. Pada tahun 1976, beliau memimpin Pondok Pesantren Raudlatul Ulum dan menjabat sebagai Rois Syuriah NU Cabang Pasuruan pada tahun 1980. Beliau juga terlibat dalam berbagai kegiatan keagamaan dan sosial di masyarakat, menjadi panutan bagi banyak orang.

KH. Mas Subadar wafat pada Sabtu malam, 30 Juli 2016, pada usia 72 tahun. Kewafatan beliau menjadi momen yang sangat berduka bagi keluarga, santri, dan masyarakat luas, terutama di kawasan Pasuruan dan sekitarnya, di mana beliau dikenal sebagai sosok yang sangat dihormati dan berperan besar dalam dunia pendidikan agama serta kegiatan sosial.

Sebelum meninggal, beliau memang sudah dalam kondisi yang cukup lemah karena faktor usia. Namun, meskipun demikian, beliau tetap menjalani aktivitas keagamaan dan memimpin Pondok Pesantren Raudlatul Ulum dengan penuh dedikasi. KH. Mas Subadar dikenal sebagai sosok yang sangat sederhana, tegas, dan teguh dalam pendirian. Beliau juga sangat dekat dengan para santri dan masyarakat, yang menjadikan kepergiannya sangat dirasakan oleh banyak orang.

Setelah meninggal dunia, jenazah KH. Mas Subadar dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, yang terletak di Desa Besuk, Kejayan, Pasuruan. Pemakaman beliau di pesantren yang beliau pimpin selama bertahun-tahun ini menjadi simbol pengabdian dan dedikasi beliau dalam dunia pendidikan agama, khususnya di pesantren tersebut.

Kepergian beliau meninggalkan kesan mendalam bagi banyak orang, dan pondok pesantren yang beliau pimpin terus menjadi tempat pendidikan dan pengajaran bagi generasi selanjutnya.


Jaka Tingkir

 Jaka Tingkir, yang juga dikenal dengan nama Sultan Hadiwijaya, adalah salah satu tokoh legendaris dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam perkembangan kerajaan Mataram. Ia adalah pendiri Kerajaan Pajang, yang terletak di wilayah Jawa Tengah. Profilnya kaya dengan cerita rakyat dan sejarah yang penuh warna.

Jaka Tingkir diperkirakan lahir sekitar abad ke-16 (sekitar 1520) bertempat di Desa Singosari, Jawa Timur beliau beragama Islam dan memerintah kerajaan Pajang (1568–1582)

Jaka Tingkir awalnya dikenal sebagai seorang pemuda biasa yang lahir di daerah Singosari, Jawa Timur. Nama "Jaka Tingkir" sendiri berasal dari cerita rakyat yang mengisahkan dia sebagai pemuda yang memiliki sifat istimewa, sering dikaitkan dengan kemampuan atau kekuatan supranatural.

Jaka Tingkir memulai perjalanan hidupnya sebagai seorang prajurit yang memiliki keterampilan dan keberanian luar biasa. Salah satu cerita terkenal adalah ketika Jaka Tingkir menantang raja yang saat itu berkuasa, yaitu Sultan Trenggana dari Demak, yang menganggap Jaka Tingkir sebagai ancaman. Namun, kisah yang paling banyak dikenal adalah ketika Jaka Tingkir berhasil merebut takhta kerajaan Pajang setelah mengalahkan raja sebelumnya, Sultan Trenggana.

Pada tahun 1568, Jaka Tingkir berhasil mendirikan Kerajaan Pajang setelah berhasil merebutnya dari tangan Sultan Trenggana. Ia mengganti namanya menjadi Sultan Hadiwijaya setelah diangkat sebagai raja. Pemerintahan Sultan Hadiwijaya mengutamakan stabilitas dan kekuatan militer, serta menjaga hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan lain di sekitar Jawa.

Kisah Jaka Tingkir meraih jabatan dan akhirnya menjadi Raja Pajang (Sultan Hadiwijaya) sangat menarik dan penuh dengan unsur perjuangan serta keberanian. Cerita ini beredar dalam berbagai versi, namun secara garis besar, kisahnya melibatkan keberanian, kecerdikan, serta kemampuannya menghadapi berbagai tantangan untuk meraih kekuasaan.

Menurut cerita yang beredar, Jaka Tingkir mulai dikenal setelah berhasil menunjukkan keberanian dan kemampuannya di medan perang. Pada masa itu, kerajaan Demak sedang berada dalam masa kejayaannya dan dipimpin oleh Sultan Trenggana. Namun, terjadi perselisihan di dalam keluarga kerajaan Demak.

Sultan Trenggana, sebagai penguasa Demak, akhirnya terbunuh dalam sebuah peristiwa yang tidak sepenuhnya jelas, dan kerajaan Demak mengalami masa kekosongan kekuasaan. Dalam kekosongan ini, Jaka Tingkir berhasil mengumpulkan kekuatan untuk merebut takhta, yang saat itu dikuasai oleh Pangeran Sambernyawa, yang memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan Demak.

Jaka Tingkir diketahui sangat terampil dalam hal strategi dan pertempuran. Dengan bantuan sejumlah pengikut setianya, ia berhasil mengalahkan Pangeran Sambernyawa yang merupakan kandidat raja yang memiliki dukungan besar. Dalam beberapa kisah, disebutkan bahwa Jaka Tingkir menggunakan kecerdikannya dalam merencanakan serangan terhadap Sambernyawa.

Setelah mengalahkan lawannya, Jaka Tingkir dengan cerdik dan hati-hati merencanakan untuk memproklamirkan dirinya sebagai raja. Ia berhasil memperoleh dukungan dari sejumlah tokoh penting yang memiliki pengaruh di Jawa Tengah, termasuk dari kalangan bangsawan dan pasukan.

Setelah berhasil mengalahkan lawannya dan memperoleh dukungan yang luas, Jaka Tingkir dinobatkan menjadi Raja Pajang pada tahun 1568. Pada saat itulah, ia mengganti namanya menjadi Sultan Hadiwijaya. Penobatan ini tidak hanya dihadiri oleh pengikut setianya, tetapi juga mendapat pengakuan dari kerajaan-kerajaan tetangga.

Dalam prosesnya, Jaka Tingkir dikenal tidak hanya sebagai seorang yang berani bertempur, tetapi juga seorang pemimpin yang bijaksana dan berwibawa. Meskipun ia berasal dari latar belakang biasa, ia mampu membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang layak memimpin kerajaan dan menjaga stabilitas politik serta sosial di wilayah yang dipimpinnya.

Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya adalah salah satu kerajaan yang berperan penting dalam menyatukan wilayah Jawa Tengah dan membantu transisi menuju kerajaan Mataram Islam, yang kemudian dikenal dengan pemerintahan Sultan Agung. Meski Kerajaan Pajang tidak bertahan lama, perjuangan Jaka Tingkir memberi pengaruh besar dalam pembentukan kerajaan Mataram.

Kisah Sahabat: Abu Bakar Ash-Shiddiq

Profil Singkat Nama lengkap: Abdullah bin Abi Quhafah Gelar: Ash-Shiddiq (yang membenarkan) Lahir: 573 M di Mekah Wafat: 634 M di Madinah Ke...