Jangan sampai melupakan sejarah, kiranya tepat semboyan dari Soekarno ini senantiasa kita gelorakan dalam memahami jati diri bangsa. Bagi umat muslim pun selayaknya mempelajari sejarah pengembaraan dakwah para syuhada’ terdahulu. Budaya ziarah ke makam para syuhada’ dan waliyullah bisa sekaligus dimanfaatkan untuk mempelajari sejarah perjuangannya. Sehingga, akan member manfaat lebih menghayati ajaran Islam sesungguhnya. Bagaimana Islam diajarkan dengan nilai-nilai dakwah yang sesuai dengan nalar piker umat, yaitu perlahan tapi pasti. Dengan demikian Islam bisa berkembang dinamis dan diterima dengan penuh kesadaran sesuai dengan watak Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Di sisi lain, nilai spirit Islam dalam memberikan pencerahan tidak dipahami sebagai agama-ansich yang kini kerap dijadikan sebagai pengkotakan golongan manusia. Melainkan ajaran hidup untuk memenuhi ketaqwaan umat kepada tuhannya.
Spirit Islam bisa dipelajari salah satunya dari keteladanan perjuangan Syeikh Jumadil Kubro yang sarat ketulusan dalam berdakwah. Selain kita bisa melestarikan ajarannya, dan kemudian mengemasnya sesuai dengan konteks kekinian dan kedisinian. Tidak berlebihan, bila keberadaannya menjadi referensi sejarah, keilmuan, dan nilai moral yang begitu penting bagi pembinaan dan pendidikangenerasi dari zaman ke zaman.
Kelompok kedua, terdapat cucunya yang
bernama al-Imam Ja’far Ibrahim Ibn Barkat Zainal Abidin dibantu
saudaranya yakni MalikIbrahim menuju kota Gresik. Dan kelompok ketiga
adalah jamaah yang dipimpin putranya yakni al-Imam al-Qutb Sayyid
Ibrahim Asmoro Qondy menuju Tuban. Namanya masyhur dengan sebutan
“Pandhito Ratu” karena beliau memperoleh Ilmu Kasyf (transparansi dan keserba jelasan ilmu/ilmu yang sulit dipahami orang awam, beliau diberi kelebihan memahaminya)
Perjalanan dakwah Syeikh Jumadil Kubro berakhir di Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat tahun 1376 M, 15 Muharram 797 H. diperkirakan hidup di antara dua Raja Majapahit (awal Raja Tribhuwana Wijaya Tunggadewi dan pertengahan Prabu Hayam Wuruk). Bermula dari usul yang diajukan Syeikh Jumadil Kubro kepada penguasa Islam di Turki (Sultan Muhammad I) untuk menyebarkan Agama Islam si wilayah Kerajaan Majapahit. Pada saat itu wilayah Majapahit sangat kuat pengaruh Agama Hindu di samping keyakinan masyarakat pada arwah leluhur dan benda-benda suci. Keberadaannya di tanah Majapahit hingga ajal menjelang menunjukkan perjuangan Sayyid Jumadil Kubro untuk menegakkan Agama Islam melawan penguasa Majapahit sangatlah besar.
Spirit Islam bisa dipelajari salah satunya dari keteladanan perjuangan Syeikh Jumadil Kubro yang sarat ketulusan dalam berdakwah. Selain kita bisa melestarikan ajarannya, dan kemudian mengemasnya sesuai dengan konteks kekinian dan kedisinian. Tidak berlebihan, bila keberadaannya menjadi referensi sejarah, keilmuan, dan nilai moral yang begitu penting bagi pembinaan dan pendidikangenerasi dari zaman ke zaman.
Syeikh Jumadil Kubro merupakan tokoh
kunci proses Islamisasi tanah Jawa yang hidup sebelum walisongo. Seorang
penyebar Islam pertama yang mampu menembus dinding kebesaran Kerajaan
Majapahit. Syeikh Jumadil Kubro bernama lengkap Syeikh Jamaluddin
al-Husain al-Akbar. Beliau adalah cucu ke-18 Rasulullah Muhammad SAW
dari garis Syyidah Fatimah Az Zahrah al-Battul. Ayahnya bernama Syeikh
Jalal yang karena kemuliaan akhlaknya mampu meredam pertikaian Raja
Campa dengan rakyatnya. Sehingga, Syeikh Jalal diangkat sebagai raja dan
penguasa yang memimpin Negara Campa.Syeikh Jamaluddin tumbuh dan
berkembang di bawah asuhan ayahnya sendiri. Setelah dewasa, beliau
mengembara ke negeri neneknya di Hadramaut. Di sana beliau belajar dan
mendalami beragam ilmu dari beberapa ulama yang terkenal di zamannya.
Bahkan keilmuan yang beliau pelajari meliputi Ilmu Syari’ah dan
Tasawwuf, di samping ilmu-ilmu yang lain.
Selanjutnya, beliau melanjutkan
pengembaraannya dalam rangka mencari ilmu dan terus beribadah ke Mekkah
dan Madinah. Tujuannya adalah mendalami beragam keilmuan, terutama ilmu
Islam yang sangat variatif. Setelah sekian lama belajar dari berbagai
ulama terkemuka, kemudian beliau pergi menuju Gujarat untuk berdakwah
dengan jalur perdagangan. Melalui jaringan perdagangan itulah beliau
bergumul dengan ulama lainnya yang juga menyebarkan Islam di Jawa.
Kemudian beliau dakwah bersama para
ulama’ termasuk para putra-putri dan santrinya menuju tanah Jawa. Mereka
menggunakan tiga kendaraan laut, sekaligus terbagi dalam tiga kelompok
dakwah. Kelompok pertama dipimpin Syeikh Jumadil Kubro memasuki tanah
Jawa melalui Semarang dan singgah beberapa waktu di Demak. Selanjutnya
perjalanan menuju Majapahit dan berdiam di sebuah desa kecil bernama
Trowulan yang berada di dekat kerajaan Majapahit. Kemudian jamaah
tersebut membangun sejumlah padepokan untuk mendidik dan mengajarkan
beragam ilmu kepada siapa saja yang hendak mendalami ilmu
keislaman.
Perjalanan dakwah Syeikh Jumadil Kubro berakhir di Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat tahun 1376 M, 15 Muharram 797 H. diperkirakan hidup di antara dua Raja Majapahit (awal Raja Tribhuwana Wijaya Tunggadewi dan pertengahan Prabu Hayam Wuruk). Bermula dari usul yang diajukan Syeikh Jumadil Kubro kepada penguasa Islam di Turki (Sultan Muhammad I) untuk menyebarkan Agama Islam si wilayah Kerajaan Majapahit. Pada saat itu wilayah Majapahit sangat kuat pengaruh Agama Hindu di samping keyakinan masyarakat pada arwah leluhur dan benda-benda suci. Keberadaannya di tanah Majapahit hingga ajal menjelang menunjukkan perjuangan Sayyid Jumadil Kubro untuk menegakkan Agama Islam melawan penguasa Majapahit sangatlah besar.
Karena pengaruh beliau dalam memberikan
pencerahan bekehidupan yang berperadaban, Syeikh Jumadil Kubro dikenal
dekat dengan pejabat Kerajaan Majapahit. Cara dakwah yang pelan tapi
pasti, menjadikan beliau amat disegani. Tak heran, bila pemakaman beliau
berada di antara beberapa pejabat kerajaan di antaranya adalah makam
Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunana Ngudung
(ayah Sunan Kudus), dan beberapa patih dan senopati yang dimakamkan
bersamanya.
Lokasi kompleks makam ini berdekatan
dengan Pendopo Agung Majapahit dan Pusat Informasi Majapahit yang
pembangunannya menuai kontroversi. Hal itu karena proses pembangunannya
diindikasikan merusak situs-situs peninggalan Majapahit yang diyakini
hingga kini masih terkubur di dalam tanah kawasan Trowulan. Sekali
dayung, maka semua tujuan napak tilas sejarah Majapahit bisa terpenuhi.
Ditulis oleh: Vina Anom
Pada:
12 Oktober 2010 Tags:
Agama Islam, Gresik, Majapahit, Mojokerto, Pendopo Agung, Pusat Informasi Majapahit, Sunan Kudus, Syeikh Jumadil Kubro, Troloyo, trowulansumber : jelajahbudaya
No comments:
Post a Comment